Dalam organisasi belajar, dikenal topologi, yaitu beberapa gaya yang berbeda dalam belajar di organisasi. Hal ini disebabkan karena individu belajar melalui berbagai cara yang berbeda – beda. Ada empat topologi atau gaya pembelajaran dasar yang sudah diidentifikasikan secara empiris, yakni :
1. Eksperimentasi, yaitu organisasi belajar dengan mencoba berbagai gagasan baru dan bereksperimen dengan proses dan produk baru. Sumber utama pembelajarannya konsumen dan karyawan (pengalaman langsung) karena gaya pembelajaran ini tidak menekankan pengalaman orang lain.
Contoh : Viktor Agus Lukman, pemilik gerai Q’biQ Donut, menciptakan terobosan baru dalam produk donatnya, yaitu memproduksi donat berbentuk kotak. Selama 1 tahun ia bereksperimen menemukan untuk menemukan formulanya, dan melakukan riset konsumen dan pasar. Ia juga menciptakan 33 macam topping dan filling yang bisa dipilih pembeli. Selain itu ia juga bereksperimen membuat adonan donat yang berbeda dari biasanya, yaitu menggunakan rumput laut. Perbedaan dan keunikan donat prodak ini ternyata dapat menarik banyak konsumen.
2. Akuisisi kompetensi, yakni organisasi belajar dengan cara mendorong individu dan tim untuk memperoleh kompetensi baru, dengan cara memusatkan pada pengalaman orang lain dan eksplorasi kemungkinan – kemungkinan baru. Strategi penguasaan kompetensi umum ini antara lain melalui perekrutan, inovasi pelatihan dan aktivitas pengembangan; meminjam kompetensi melalui aliansi strategis, dan pengaturan kerja kreatif bersama universitas dan perusahaan konsultan.
Contoh : Smart, Tbk. Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang agribisnis mengelola SDM dalam perusahaannya melalui rekrutmen dan mengelola talenta dan mengadakan berbagai program untuk meningkatkan potensi dan kompetensi individu dan tim dalam perusahaannya, seperti berbagai pelatihan baik tim maupun individu misalnya Leadership Enrichment Program, Basic Management Program, pusat pelatihan di 5 lokasi perkebunannya, Assesment Center, dll. Selain itu Smart. Tbk juga membuka sebuah program studi di IPB yang kurikulumnya disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan tersebut untuk mendapatkan talenta yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
3. Benchmarking, yakni organisasi belajar dengan cara menemukan bagaimana orang lain bekerja dan kemudian mencoba mengambil dan mengubah pengetahuan ini ke dalam organisasinya sendiri. Pembelajaran ini belajar dari pengalaman orang lain yang telah terlaksana secara baik dan mengeksploitasi teknologi dan praktik berhasil yang sudah ada.
Contoh : Belajar dari kesuksesan bisnis pakaian ritel dan distro yang banyak meraih sukses dan menjamur di kota Bandung, tiga bersaudara Theresia Alit Widyasari, Martinus Sunu Susetyo, dan Bartolomeus Saksono Jati akhirnya membangun sebuah bisnis pakaian ritel Bloop. Mereka bertiga membangun bisnis ritel yang disesuaikan dengan keadaan di Jakarta pada saat itu. Sekarang mereka mempunyai PT. Endorsindo Makmur Selaras, yang menaungi distro Bloop, Endorse dan Urbie.
4. Perbaikan terus menerus, yakni organisasi belajar melalui perbaikan secara kontinyu pada apa yang telah dikerjakan, dan menguasai langkah sebelum berpindah ke langkah lainnya. Gaya ini menenkankan keterlibatan karyawan yang sangat tinggi. Organisasi ini mengandalkan pembelajaran dari pengalaman langsung dan juga eksploitasi proses yang ada.
Contoh : Braincode Solution, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang konten yang kiprahnya sangat menonjol, sangat menerapkan topologi perbaikan terus menerus ini. Braincode Solution selalu melihat dalam jangka panjang untuk mengembangkan strategi bisnis perusahaannya, sehingga perusahaan ini selalu bisa menguasai suatu langkah sebelum berpindah ke langkah lainnya. Braincode Solution juga selalu berusaha untuk memperbaiki isi konten bisnis mereka, dan sangat mengandalkan keterampilan teknis para karyawannya di berbagai bidang seperti desain grafis, musik, animasi, dan pengetahuan marketing dan manajemen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar